IBU

Air mata itu mengalir di antara rasa perih yang tak tertahankan, sakit itu menjalar ke seluruh tubuh demi suatu anugerah yang akan tercipta olehNya. Doa terus dihembuskan disamping perjuangan dan harapan, mati adalah resiko dan harga sebagai tebusan perjuangan yang sedang dilakukan, nampak muncul tubuh mungil terkucurkan darah, lahirlah aku di antara orang yang menyayangiku, orang yang menantikanku, orang yang menjagaku selama di dalam kandungan tanpa ada rasa sesal, tanpa ada rasa kecewa, tanpa ada rasa beban untuk bersabar menunggu anugerah yang diciptakan olehNya. Selepas ini dia lemas tak berdaya dengan senyum bahagia tanpa menghiraukan rasa sakit, tangis bahagia menghiasi wajahnya ketika melihatku yang masih tidak tahu apa-apa, itulah IBU-ku.
Akhirnya aku punya identitas, aku punya julukan, aku punya nama, dan aku punya dunia luas untuk memulai hidupku bersama orang yang mencintaiku sebelum aku memulai apa itu arti hidup di dunia. Suapan dan asupan terbaik yang diberikan olehnya, dia tidak memikirkan apa yang dia makan, apa yang dia minum, apa yang dia lakukan, dia hanya memikirkan apa yang terbaik untukku dan yang membahagiakan aku demi tumbuh kembangku. Aku diayun, digendong, aku diajari merangkak, diajari berjalan seiring kasih sayangnya yang tidak pernah aku mengerti saat itu.
Aku tidak bisa dan tidak mau jauh dari dia, aku menangs ketika tidak melihat wajahnya, tidak menyentuh tangannya, dan tidak mendapatkan belaiannya. Segala sesuatu yang tidak baik untukku dia hanya menasihatiku dengan senyum dan tutur bahasanya yang sangat lembut.
A, B, C, D, 1, 2, 3, 4, mama, papa, aku mulai belajar itu, aku mulai dapat mengeja dan berharap bias bertanya sesuatu yang buatku penasaran dengan apa yang selalu dia ceritakan. Kini aku bias, aku selalu bertanya, dia selalu menjawab, aku selalu meminta, dia selalu memberi, aku kini manja dengan dia. Tubuhku kini semakin besar, aku diantar ke sekolah yang akan membuatku menggapai apa itu masa depanku. Selepas menjemputku dia selalu mempertanyakan aktifitasku di sekolah, mengajariku hal yang tidak aku mengerti, menuntunku semakin ke depan agar aku bias mendpatkan apa yang aku cita-citakan saat itu, dan nilaiku bagus karena IBU.
Kini aku remaja, dia semakin tua, aku semakin banyak maunya, dia semakin lemah menurutinya, aku merengek, marah, dan ngambek ketika apa yang aku mau tidak dia turuti, dia memang selalu mengiyakan tetapi aku akan marah ketika jika hanya perkataan yang dia janjikan, aku semakin tidak bisa berharap lagi dengan dia, disamping aku sibuk dengan belajar hidup dan menggapai masa depan, dia selalu saja aku butuhkan, karena aku belum menjadi apa yang seperti dia ceritakan dan janjikan dulu.
Aku sudah beranjak dewasa, aku mulai rasakan apa itu cinta dan aku merasakan apa itu kasih saying lawan jenis, aku mulai belajar apa itu pacaran, IBUku selalu melarang tetapi aku ingin jalankan, karena aku merasakan ketenangan ketika dekat dengan yang aku suka, hanya nasihat yang IBU bisa berikan ketika dia tidak bisa lagi mengaturku. Dia sekarang lemah daripada aku dulu, suaraku lebih lantang darinya, suara dia selalu lirih lembut denganku. Malam minggu kuhabiskan untuk membahagiakan orang yang aku cintai, orang yang baru menjajikan kebahagiaan untukku, dan aku lupa dengan IBU yang tidak pernah berjanji tetapi benar membahagiakanku.
Umurnya semakin senja, dia ingin aku hidup seperti ini, tapi aku ingin hidup seperti itu, aku hanya bisa membantu dia melakukan hal yang dulu dia selalu berikan untukku, aku bosan melakukan itu, aku sibuk dengan pekerjaanku, aku tidak bisa menjaga selalu IBU diantara kesibukan yang menderaku, kini aku berkeluarga dan dia semakin tampak lemah diusia senjanya, dia selalu mengatakan kata indah penuh makna tentang kehidupan, ‘dia hanya ingin dianggap IBU’ saja tanpa balasanku sedikitpun, dia hanya berharap aku bahagia, dia selalu sedih ketika aku susah walau aku sering tidak menanggapinya karena aku merasa lebih pintar dengan apa yang aku hadapi di hidup ini.
Kini IBU meninggalkanku, dia hanya bisa berpesan sebelum kembali ke Tuhan. Aku menyesal, dia yang selalu mengasuh, menyayangiku, dan mengantarkanku sampai aku menemukan hidupku, aku hanya menghabiskan waktuku dengan rutinitas yang tidak lebih berarti daripada menghela sedikit waktu untuk bisa bahagiakan dia walaupun itu tidak pernah dia inginkan tapi ankamu kini mengerti kasih sayangmu tidak ada yang bisa menggantikan, pengertianmu tidak ada yang melampaui dan kepergianmu takkan kulupakan. Aku ingat hari ini hari IBU, aku akan selalu mengenang kasih sayangmu, aku belajar terapkan ke anak-anakku semoga kelak dia lebih baik dari aku walau itu hanya membalas senyuman disaat aku hanya bisa memberikan perkataan terakhir. Kini aku sadar rupanya Tuhan pun menciptakan malaikat tak bersayap yang biasa ku panggil “IBU”. Selamat hari IBU, AKU MENCINTAIMU.

Komentar